kliktimur.com
Disela sela pengosongan lokasi tambang yang sudah porak poranda ulah para penambang liar, kelompok yang kerap mengatasnamakan warga kepulauan Sangihe Save Sangihe Island (SSI) kembali menyemburkan opini bohong.
Pasalnya penganiayaan terhadap salah satu personil aktif SSI Robinson Saul (RS ) yang menjadi tahanan titipan di Lapas Kelas IIb Tahuna Kabupaten Kepulauan akibat membawa senjata tajam (Sajam) saat aksi memblokade alat tambang TMS, dalam rilis SSI seolah olah menuding PT. TMS terlibat.
“RS kan dipenjara karena melanggar hukum. Silahkan tanyakan ke aparat hukum, kenapa menyinggung keterlibatan PT TMS dalam penganiayaan itu? PT.TMS kan unsur yang dirugikan, masih lagi dikambing hitamkan. Kalian ini manusia atau apa? Lagi pula, apa keuntungan TMS jika terlibat dalam insiden itu?.” tegas pelaksana harian Save Investasi Asing Sulut (SIAS) Ridy Manikoe kepada kliktimur belum lama ini.
Dalam pertemuan mereka, narasi yang dibangun kembali menyudutkan PT.TMS dan mendesak PT.TMS harus di tolak, lalu terkesan membiarkan kelompok perusak lingkungan yang didanai kelompok naga sembilan, juga mendesak bebaskan RS yang nyata melanggar hukum. Selain pembicaraanya tak berbobot juga mengada ada.
Jujur saja lanjut Manikoe, kualitas pertemuan yang dirilis kembali SSI sama sekali tak masuk akal, menuding TMS dan aparat dibalik penganiayaan itu, lalu mengurai narasi pembelaan terhadap RS yang nyata nyata membawa sajam waktu insiden. Seolah olah dibenarkan karena dikaitkan dengan adat istiadat para nelayan Sangihe yang membenarkan membawa sajam didepan umum.
“Ini pemikiran model apa?.” kata Manikoe sembari menambahkan berhati hatilah menyusun narasi mengaitkan dengan adat demi pembenaran para pelanggar hukum.
Lebih jauh terkait isu keterancaman sejumlah burung langka, dan biota lainnya terlalu didramatisir. Bukti ketidakbecusan SSI adalah saat adanya pengrusakan lingkungan oleh penambang liar, mereka justru jalan beriringan mengugat PT.TMS yang memiliki ijin lengkap, pembayar pajak aktif belasan tahun terakhir dan bahkan belum beroperasi.
Ketua SIAS Meldi Sahensolar juga mengemukakan bahwa Kontrak karya yang dikantongi PT. TMS adalah prodak pemerintah yang sudah melewati kajian matang. Bagaimana pemerintah kemudian harus membatalkan setelah menerima puluhan miliar pajak explorasi, adalah hal yang tidak mungkin.
“Ini berkat Tuhan, emas di Sangihe adalah rencana Tuhan harus dikelola profesional, bukannya kalian yang hanya segelintir membendung yang punya ijin dan bisa bekerja profesional, lalu seolah membiarkan penambang liar beroprasi untuk memperkaya sekelompok orang saja dan tidak bertangungjawab terhadap kerusakan lingkungan sebagaimana yang tampak saat ini di wilayah tambang kampung bowone”. Tukas Sahensolar.(meidi)
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.