Tahuna,kliktimur com
Memasuki fase kampanye Pasangan Calon (Paslon)sebagaimana jadwal yang nantinya akan diumumkan pihak penyelenggara yakni Komisi Pemilihan Umum daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe (KPUD). Usai Deklarasi bersama, tentu adalah waktu yang akan dimanfaatkan setiap Paslon untuk mengedepankan program dan Visi Misi masing masing kontestan sebelum tiba pada pelaksanaan penceblosan yang àkan dilaksanakan November 2024 mendatang.

Menyikapi àkan situasi persaingan yang kian berangsur memanas, banyak kalangan menghimbau agar, tabiat pengembosan yang berlebihan dan bisa memicu konflik horisontal bahkan vertikal, benar benar harus dihindari. Melahirkan calon pemimpin dari rahim tanah pertiwi Tampungang Lawo, dengan cara yang tidak beradap akan berbuah ‘kutukan’ apalagi dengan cara pembohongan publik.

Itulah sebabnya berbagai kalangan mengingatkan kepada semua peserta pilkada plus tim pemenangan untuk tetap menjaga keutuhan daeah, tetap menjaga kebersamaan sekalipun beda pilihan.
Semua peserta kontestan, konsentrasinya untuk mengedepankan program paslon dan pendekatan persuasif yang sehat, untuk menyakinkan masyarakat dan hindari politik identitas, jual golongan dan atau mempertentangkan suku, ras yang bisa memicu konflik.

Kemajemukan di kabupaten Kepulauan Sangihe, adalah modal utama kita bisa bertahan dan menjadi wilayah kondusif bahkan hunian aman bagi semua penduduk yang berlatar berbeda beda. Bukan hanya karena andil satu kelompok saja. Keberlangsungan daerah ini karena kontribusi dan akumulasi dari kemajemukan yang selama ini terpelihara dalam kebersamaan. Bukan karena ‘Patutune’ (orang asli sangihe) GMIST,Pentakosta, Adven, Minahasa atau turunan tionghoa. Sekali lagi bukan.
Banyak kalangan menekankan,jika ada dari keempat Paslon yang pendekatan program minim, tak jelas dan hanya menyuburkan konflik lewat medsos, cendrung mengiring issu issu pertentangan lewat timses yang gemar mengunakan jejaring sosial, untuk memproteksi arus bawa, jangan dipilih atau diabaikan saja.
Pilkada yang rutin lima Tahun sekali digelar, sedang memilih Tembonang u Wanua (pimpinan daerah), pemimpin semua kaum, bukan pimpinan kelompok ednis, ras, golongan atau agama.

Lebih rinci lagi agar dapat dipahami oleh semua kalangan terutama masyarakat arus bawah, bahwa kenapa politik identitas harus dihindari? karena selain mengacaukan keadaan, juga àkan sangat merugikan daerah dan masyarakat yang berdiaspora di berbagai wilayah Sulut termasuk didaerah ini.
Muulai dari issu ednis Minahasa atau atau keturunan Tionghoa, yang belakangan terus digembosi, tidakkah kita sadar bahwa bukan sedikit masyarakat kabupaten Kepulauan Sangihe mencari rejeki dan penghidupan di tanah Minahasa, tanah Totabuan dan lain sebagainnya. Apakah hanya karena ingin menang, lalu kita harus merusak hubungan dan kebersamaan sudara sudara kita di luar Sangihe.
Sadarkah kita, bahwa ada ribuan warga kepulauan Sangihe bekerja dan meneruskan keberlangsungan hidup dari ednis tionghoa atau turunan China, sebagai pengusaha, pemilik modal dan haruskah kalian merusak simbiosis mutualisme (saling ketergantungan) itu?
Mengedepankan GMIST, apakah pemimpin itu akan jadi pemimpin GMIST, Pemimpin Islam, Pemimpin Pentakosta. Berlebihan gunakan jargon patutune, apakah pimpinan itu hanya menjadi pemimpin asli ednis Sangihe. Jika kita sadar kemajemukan itu adalah kekayaan daerah, sumber penghidupan, sehingga kita bisa bertahan sebagai komunitas yang beradap, maka sadarlah dan stop menpertahankan pemahaman sempit atau kedungan (meminjam istilah Rocky Gerung)
“kita memilih pemimpin yang bisa berdiri disemua kepentingan golongan, ras. Itulah sebabnya, primordial atau pemahaman sempit kedaerahan yang masih kental dari waktu ke waktu, sudah saatnya disudahi dan bersainglah secara sehat agar Sangihe bertumbuh dalam kebersamaan yang tidak munafik.***
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
1 Komentar
Bravo Kliktimur. Pertahankan Spirit of Exelence.