Tahuna, kliktimur.com – Bagaimana pun kita tetap patut berbangga dan mengapresiasi kepada semua pimpinan tanah tampungan lawo kurun waktu 15 tahun terakhir, silih berganti atau berjuang maksimal demi menjadikan Sangihe tetap eksis atau bertahan dalam segala urusan pelayanan kemasyarakatan. Namun, hanya seperti itukah situasi perjalanan pemerintahan yang silih berganti? DPRD yang sekadar memenuhi konstitusi sebagai alat kontrol, namun belum sama sekali capai hakikat keinginan publik yang sesungguhnya selain ciptakan pemborosan yang tak perlu.
“Hakikat kabupaten Kepulauan Sangihe menjadi kota industri perikanan dengan lapangan kerja yang besar, kunjungan wisata yang kian semarak, Income perkapita masyarakat yang terus menanjak, daya beli masyarakat yang terus membaik, plus pertumbuhan ekonomi nyata. Itu dulu kita diskusikan.” Ujar Pemerhati Sosial masyarakat Drs Gabriel Mandiangan, saat bercakap cakap bersama media ini pekan lalu menyikapi moment Pilkada yang sudah di depan mata.
Mandiangan mengemukakan, pemerintahan ke depan sudah sepantasnya memilih yang tak sekadar beretorika. Pemerintahan yang sekadar jalankan rutinitas normatif saja tanpa ada perubahan yang menjadikan Sangihe semakin bersaing, Sangihe semakin mandiri, Sangihe dengan penduduknya benar benar tampak sejahtera, Sangihe dengan pengembangan perluasan kota yang masif dan Sangihe menjadi kota kepulauan yang menjadi tujuan wisata bahari.
Seiring perkembangan teknologi dan kian besarnya tuntutan kebutuhan, zaman yang semakin kompetitif, apalagi kian besarnya pertumbuhan jumlah penduduk, sejumlah kalangan dan tokoh masyarakat entrepreneur mengajak seluruh pihak merenungi dan saling menyadarkan satu dengan yang lain agar seharusnya kita semua lebih miliki kepekaan tinggi terhadap kondisi daerah. Kita harus mulai mengevaluasi, apakah daerah ini dari waktu ke waktu benar benar dibangun atau hanya sekadar mengestafetkan kepemimpinan, lalu jargon kesejahteraan rakyat terus menjadi label andalan, tanpa mampu dibuktikan secara nyata dari waktu ke waktu.
Apakah pemerintahan ke depan hanya mengikuti dan melaksanakan hal hal yang normatif saja, tanpa mampu berkreasi, berjuang dengan ide ide brilian dan benar benar akan merubah nasib masyarakat? Pemerintahan yang tak mampu menjawab substansi persoalan di daerah, atau hanya sekadar lewati proses periodesasi, memilih dewan perwakilan rakyat pada setiap momentumnya dan demikian seterusnya, tanpa kita menyadari, sudah sejauh manakah kondisi daerah induk ini.
Adakah perubahan nasib, ketika kucuran dana desentralisasi dalam kalkulasi bruto, sudah puluhan bahkan mendekati ratusan triliun yang digelontorkan ke daerah ini dari waktu ke waktu?
Apakah masyarakat kita harus tetap dipaksa puas dengan segala kemirisan dan program visi misi yang isinya cenderung omong kosong jika tak mampu dibuktikan?
Kepemimpinan yang hanya memperkaya orang per orang, membahagiakan kelompoknya, tanpa mampu mensejahterakan masyarakat Kepulauan Sangihe secara utuh.
“Jika masyarakat tak disadarkan, atau mungkin sengaja dibiarkan bodoh, ini adalah sebuah kecelakaan bagi daerah kedepannnya.” Ungkap Mandiangan sembari memohon maaf, bahwa hal ini harus dibuka, tidak dalam rangka mendiskreditkan kepemimpinan selama ini.
Tahun 2024 lanjut Mandiangan, pikiran kita harus dibuka, mari kita mengevaluasi perubahan seperti apa keadaan kita 15 tahun terakhir. Jika kita memilih dan menyodorkan Paslon yang sekadar menjalankan rutinitas normatif, sampai kapan daerah dijadikan sapi perah dan sekadar saja ada pemerintahan?
“Maaf saya pribadi harus membuka ini, sebab kedepannya kurang lebihnya sama, apa yang harus kita harapkan dan apa pula yang akan di berikan kepada rakyat kepulauan Sangihe dengan kondisi daya belinya sangat lemah, potensi wisata yang tak pernah bisa menjadi andalan, industri perikanan yang belum mampu membawa perubahan hidup lebih baik. Ini yang patut kita renungkan bersama.” Ungkap Mandiangan.
Lebih sial lagi, saking karena nikmatnya mengendalikan sebuah kekuasaan, selama belasan tahun terakhir, tak mampu mempersembahkan sebuah perubahan nasib didaerah, tapi masih lagi berambisi untuk jadi pemimpin rakyat.
“Ayo tumbuhkan rasa malu, ketika sudah terbukti tak mampu menjawab keinginan rakyat sesungguhnya, sudahlah, untuk apa lagi menabur simpati, ingin dipilih agar bisa berbohong lagi sambil menumpuk kekayaan.” Sembur Mandiangan dengan nada kritis dan keras.
Tokoh pemuda Sangihe Roni Serang dalam banyak kesempatan juga menyampaikan hal yang kurang lebih sama seperti apa yang disampaikan Drs. Gabriel Mandiangan. Dia malahan mengatakan, menjadi berdosa ketika semua ini tak dibuka untuk pencerahan ke masyarakat. Kepulauan Sangihe adalah kabupaten induk bukan hasil pemekaran, bagaimana bisa pecahan yakni kabupaten Sitaro dan kabupaten Talaud akan lebih survive dan miliki lompatan. Lalu siapa figur yang pas kedepan? (Bersambung)
Penulis /Editor : Meidi Pandean,SH
Web Editor : Yamamoto
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.