TAHUNA, kliktimur.com – Pro-Kontra tambang di kampung Bowone Kecamatan Tabukan Tengah Kabupaten Kepulauan Sangihe terus menyeruak dan belum ada kepastian yang tegas, sekalipun PT. Tambang Mas Sangihe (TMS) sudah mengantongi ijin yang tertuang dalam kontrak karya dari kementrian terkait di Jakarta.
Soal adanya gugatan pencabutan kembali ijin lingkungan di PTUN Manado mengunakan UU Nomor 1 tentang pembatasan Pengelolaan tambang pulau pulau kecil, tak serta merta mengugurkan UU yang sudah lama ada.
Pengrajin tambang Mardi Posuma,SH saat di hubungi kliktimur.com (01/07/2022) menjelaskan bahwa pengelolaan tambang di Bowone itu bergejolak karena belum tersosialisasi dengan jelas alias miscomunikasi yang hebat dilapangan. Itu sebabnya pro kontra mudah terjadi karena semua mengedepankan pemahamannya sendiri sendiri.
“Saya sekalipun sedang melakukan tambang rakyat atau biasa di sebut penambang tanpa ijin (PETI) ditanah sendiri, tapi saya mau menjelaskan panjang lebar tentang apa dan bagaimana tambang PT.TMS yang sudah keluar ijinnya sejak tahun 1996 itu.
Menurut dia bahwa apa yang di sampaikan sejumlah aktivis tentang keselamatan lingkungan itu sah sah saja. tidak salah. akan tetapi, proses pengelolaan tambang yang explorasinya telah dilakukan sejak tahun dikeluarkanya ijin itu tidak seperti yang digembar gemborkan, bahwa dikemudian hari Sangihe bakal tenggelam dan lain sebagainya.
Menurut Posuma lahan konsesi 42 ribu rektar itu adalah luas bentangan explorasi. Tidak berarti bahwa sebesar itu di bongkar untuk diexploitasi. Ijin oprasi yang dikeluarkan saat ini sudah melewati berbagai proses analisis dampak lingkungan, tidak serta merta dikeluarkan begitu saja. itu sebabnya tak ada alasan dipersoalakan
Titik awal itu yang disebut tanah Mahamu Bowone adalah titik pertama yang akan di exploitasi karena hasil explorasi menunjukan nilai ekonomis untuk ditambang gunakan sistim low grate metode hiplising gali dan proses sebagaimana terjadi saat ini yang tentu saja dengan teknis lebih profesional.
Mardi mengemukakan, setelah selesai titik pertama akan ada identidikasi lagi ke titik kedua, apakah ekonomis atau tidak itu tergantung explorasi yang akan dilakukan bersamaan titik pertama itu akan selesai. Jika ekonomis maka akan ada lagi ijin explotasi untuk di proses. ” Bukan main gali sembaramg tanpa identifikasi terlebih dahulu.” jelasnnya. PT. TMS akan rugi jika explitasinya tak beraturan.
Pada intinya bahwa proses penambangan PT. TMS itu ada hak dan kewajiban mengingat harus dilakukan penerima ijin exploitasi. Hak exploitasi wilayah wilayah yang punya nilai ekonomis itu di kerjakan, yang tidak ekonomis dibiarkan. Sementara lahan yang sudah usai di exploitasi nantinya akan reklamasi atau di kembalikan kepada wijut semula dan itu tanggung jawab dari PT. TMS
Jadi lanjutnya, sebelum meng exploitasi titik kedua bilamana ekonomis, harus menorrmalkan titik pertama untuk dapat lagi ijin oprasi dan demikian seterusnya pada titik titik berikutnnya. Intinya tidak ada yang digali secara serampangan lalu dibiarkan begitu saja.
Yang namannya punya ijin, penerima ijin harus melaksanakan apa yang tertuang dalam kontrak karya itu, termasuk pembebasan lahan dan persiapkan konstruksi untuk kerja panambangan hingga nornalisasi bekas penambagan.
“Jujur saya menjelaskan ini agar semua pihak dapat mengerti apa dan bagaimana tambang yang dimaksud. 42 ribu hektare itu bukan mau digali keseluruhan, akan tetap hanya pada titik titik tertentu yang punya nilai ekonomis. Sebagaimana di Bowone itu.
Mohon maaf sambung Mardi, untuk sejumlah aktivis lingkungan, mereka tidak salah, akan tetapi mari kita duduk bersama agar titik simpul dapat ditemukan dan hindari provokasi yang tidak perlu
Propaganda akan terjadi pengrusakan massal, dan berdampak buruk dikemudian hari, itu sudah di analisis dan tidak seperti yang dikampanyekan. “Saya pribadi yang sudah belasan tahun kerja tambang, juga akan ikut berkampaye jika apa yang di sebut sebut SSI itu benar. Mhn maaf jika saya harus menjelaskan ini agar semua dapat segera mengerti.”jelasnya.
Lantas bagaimana dengan pengelolaan tambang rakyat yang di sebut penambang tanpa ijin (PETI) dia menjelaskan itu juga sama (TMS) Tambang Mas Sendiri. Pada prinsipnya TMS versi masyarakat pemilik tambang tidak berijin. Artinya yang terjadi di tambang mas sendiri tak ada identifikasi lahan ekonomis atau tidak. Spekulasi gali keseluruhan tanpa perhitungan termasuk tak ada nornalisasi bekas galian.” Rakyat sendiri yang menyimpulkan apa yang akan terjadi jika PETI dibiarkan.” tuturnya
Gunakan alat berat, gali keseluruhan wilayah secara spekulasi dan diolah sebagaimana saat ini terjadi dibowone. “Pada prinsipnya kalu mau jujur PT. TMS lebih beraturan apalagi terikat dengan kontrak karya yang harus melaksanakan hak dan kewajiban.”ujar Posumah lagi, sembari menambahkan bahwa persoalan ini harus duduk satu meja dengan PT. TMS, sosialisasi lebih matang, dan buat kesepakatan untuk menghentikan gejolak agar keduanya jalan bersama.
Tapi PETI juga di inventarisir dan punya semacam perda batasan batasan pengelolaan agar ada pemasukan ke daerah juga bertangung jawab terhadap pemulihan lingkungan. PT. TMS cukup berat beban pajaknya kepada negara.
Semenjak ijin kontrak karya keluar, semenjak itu pula bayar pajak kepada negara. “saya pikir ini perlu dibahas matang dan di sosialisasi, serta mohon stop dulu memberi informasih simpang siur.”tutup Mardi.(meidipandenan)
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.