Ondong, kliktimur.com
Bukan sebuah ukuran, ketika arus penumpang dan penjemput tumpah ruah bercokol di salah satu fasilitas publik yakni pelabuhan, lantas buru buru disimpulkan ekonomi suatu daerah itu sedang menanjak naik atau lagi baik. Tapi itulah realitas di kabupaten Sitaro, terutama pelabuhan Pehe Siau, spontanitas arus barang dan orang pasti tumplek pada jam tertentu terutama disaat kapal antar pulau merapat.
Saat hunting kliktimur menuju tegah malam (21/04/2024), Penduduk Siau segala usia, selalu saja memenuhi pelabuhan yang ada di bawah kaki gunung Karangetang, tepatnya pelabuhan Pehe Ondong ibukota kabupaten Sitaro.
Kenapa lebih berdinamika. Apa penyebab daerah ini lebih memiliki ‘kebahagiaan’ Jika membandingkan dua kabupaten yang bersebelahan itu, Siau tak berlebihan disebut prestisius punya getaran ekonomi yang lebih hidup dari waktu ke waktu.
Sekalipun hasil pemantauan ini tak mengurai data diatas kertas tentang pertumbuhan ekonomi suatu daerah, tapi secara kasat mata, tak terbantahkan jika ekonomi daerah penghasil Pala nomor 1 dunia itu lebih melejit dan nyaris tak dipengaruhi sumbatan apapun, termasuk Pandemi yang pernah lumpuhkan ekonomi dunia.
Apakah karena daerah ini terkenal penghasil Pala yang sudah berlangsung puluhan bahkan ratusan tahun? Itu mungkin salah satu indikator menjadikan Siau tetap luar biasa di segala keadaan dibanding tetangganya Sangihe dan Talaud.
Hasil wawancara yang pernah dilakukan beberapa tahun terahkir, salah satu indikasi mendongkrak perekonomian masyarakat Siau dari waktu kewaktu, tak lain hasil budidaya palawija yang menjadi sumber utama turun temurun. “Ia buah pala. kami hidup dari hasil tanaman rempah andalan sejak nenek moyang kami.” Tutur tokoh senior sekaligus pencetus kabupaten ini berotonom dari induk Sangihe Tomy Mohede.
Lantas bagaimana dengan dua wilayah lain yakni Sangihe dan Sitaro. Hal apa yang membedakan sehingga warga kepulauan Siau justru milik tingkat ‘kebahagiaan’ lebih dibanding dua wilayah paling utara Sulut ini.
Apakah karena ada pemekaran? Atau sudah memiliki APBD sendiri. Ini tentu butuh argumentasi dan data mendasar. Jika dikatakan lebih punya lompatan karena miliki infrastruktur lebih mapan dibanding sebelum pemekaran, tentu sulit di bantah. Sebab, jauh sebelum pemekaran, warga Siau konon tak pernah terdengar meratap berlebihan
“Jujur, kami tak melebih lebihkan hal ini, tapi memang kenyataan perekonomian warga Siau jarang sepi, karena jutaan pohon pala yang begitu subur, dengan hasil rempah terjual mahal, itu menjadi andalan dari waktu kewaktu.” Tambahnya.
Talaud atau Sangihe yang nyata nyata terus berjuang agar bisa mengelola potensi andalannya, perlu belajar dari Siau. Mari kita tengok keseharian dan kehidupan masyarakat siau itu tampak lebih unggul, tak hanya berdasar pemandangan di pelabuhan Pehe, tapi Siau nyaris rata rata mencerminkan kemapanan dari kilauan pemukiman mereka
Didaerah ini, jarang menemukan tempat tinggal yang ala kadarnya. Hampir disemua sudut mengkilap, dan ini potret nyata dari waktu ke waktu. Sangihe juga menyerupai tapi tidak merata. Lebih jauh kita menyorot ke wilayah yang benar benar bersebelahan dengan negara tetangga Philipina yakni Talaud.
Dalam usia lebih dari 20 tahun berotonom, sumber sumber setempat mengungkapkan, bahwa perekonomian Talaud masih dalam konteks untuk di tumbuh kembangkan. Perkembangan infrastruktur sudah jauh lebih baik, di banding belum berotonom, itu benar. Tapi belum untuk pertumbuhan ekonomi
Mencermati kondisi itu, Pemerhati sosial Drs. G. Mandiangan menilai, Talaud tak terkecuali Sangihe, kedepan perlu merebut potensi yang dimiliki untuk jadi andalan. Kenapa tidak, kita harus meniru Siau memfokuskan lahan tidur ribuan hektar untuk ditanami pohon pala. Jujur sambung Mandiangan, pertanian di dua wilayah yakni Talaud juga Sangihe ada, tapi menjadi konsentrasi agar berproduksi dengan hasil yang lebih besar, mungkin belum dicoba atau karena faktor X.
Berangkat dari karakter dan pola pikir berusaha, sepertinya Sangihe dan Talaud perlu mengubah minset dan harus bangkit dengan satu tekat semangat berusaha. Memanfaatkan lahan tidur, di dua wilayah yang mulai ‘dikangkangi’ Siau, kalaupun terlihat, hanya digarap sebagian kecil warga dengan produksi kecil pula, tak seperti Pala Siau hampir semua warga Siau miliki tanaman dan penjualannya tembus pasar dunia
“Mengapa menjadi tak kelihatan hasilnya, karena fenomena atau kebiasaan turun-temurun, yang penting sudah miliki stok untuk keseharian, ya hanya begitu saja, tanpa ada dorongan untuk bekerja lebih keras, gali berbagai potensi termasuk memanfaatkan kelenturan tanah di Talaud dan Sangihe. Jika selama ini proses pengembangan lahan sekadar simbolisasi, itu nyata. China atau Korea, Pertanian hasil laut dan macam macam di Youtube harusnya jadi cerminan hidupkan pola pikir berusaha. Talaud dan Sangihe ini perlu berbenah total dan bersifat lebih terbuka.” Kunci Mandiangan.
Penulis : MP
WE : YM
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.