Tahuna, kliktimur.com – Penelusuran intens kliktimur.com terkait penyebab keterpurukan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tahuna dari waktu ke waktu mulai jelas.
Mantan Direktur Novilius Tampi yang baru beberapa waktu melepas tanggungjawabnya, karena pembatasan periodisasi jabatan, angkat bicara.
Tampi mengemukakan hal yang harus dilakukan agar PDAM mulai menuju ke sehat yakni mengganti keseluruhan water meter. Sebagaimana data terakhir menurut dia, kurang lebih 70 ribu alat meter pelanggan dari 117 ribu pengguna PDAM rusak (tak bisa menghitung pemakaian).
Harus diakui, selama belasan tahun penagihan ke pelanggan itu hanya dilakukan berdasarkan kebijakan standarisasi, yakni 10 sampel 15 kubik dengan nominal 45 hingga 50 ribu setiap pelanggan perbulannya. Itu pun belum dapat ditagih keseluruhan sesuai Daftar Rekening Dibuat (DRD) karena dipengaruhi banyak faktor.
Tampi mengemukakan dalam kondisi itu, manajemen menargetkan 80 – 85 persen dapat ditagih dari DRD. Jadi yang seharusnya, bila tertagih keseluruhan sebelum perbaikan water meter, pendapatan bisa capai 1 miliar lebih.
Capaian dalam bulan berjalan ketika dia masih direktur, hanya mampu menembus angka 700 hingga 800 jutaan. Angka itu jika dikalkulasi dengan biaya operasional sangatlah kecil, apalagi gaji karyawan saja lebih dari 600 juta perbulan, belum biaya operasional lain dan berbagai perbaikan jaringan dari waktu ke waktu tidak mencukupi.
Lantas, bagaimana agar PDAM Tahuna itu benar benar menuju Sehat?
Sebagaimana pemaparan dirinya dalam makalah beberapa tahun sebelumnya, perbaikan water meter sebanyak kurang lebih 70 ribu pelanggan. Pemerintah tidak perlu subsidi sebagaimana yang sudah dicairkan secara bertahap dalam bentuk penyertaan modal pinjaman, melainkan langsung saja mengadakan pembelian water meter yang hingga dirinya purna tugas belum bisa dilakukan karena biayanya cukup besar.
Hitung saja harga water meter saat ini 450 ribu ditambah segala aksesorisnya menjadi 1,1 juta per unit, dikalikan 70 ribu water meter yang sudah rusak, tak kurang dari 77 miliar harus disiapkan pemerintah daerah untuk menyehatkan alat ukur kubikasi air yang terpasang di rumah rumah pelanggan, karena salah satu indikasi PDAM terus merugi adalah pergantian water meter yang belum disiasati sekalipun sudah diusulkan berulang ulang.
Penggantian alat itu merupakan keharusan dari segi perbaikan pendapatan. Dari segi pembiayaan, contohnya operasional pasang baru masih menggunakan keputusan lama, dan mau tak mau PDAM harus mensubsidi pelanggan baru karena harga water meter dengan segala aksesorisnya naik menjadi 1,1 juta.
“Sebagai direktur bisa saja menaikkan biaya pasang itu sesuai kenaikan harga bahan, tapi akan bertentangan dengan Keputusan Bupati Tahun 2007 yang telah mematok harga pasang baru sebesar 550 ribu yang dipakai hingga kini, belum lagi gaji kayawan. Seperti peribahasa, besar pasak dari pada tiang dan demikian hal ini dihadapi, sambil terus lakukan perbaikan dengan harapan air harus tetap mengalir.” Ungkap Tampi.
Hal kedua setelah perbaikan water meter, menyesuaikan dengan tarif atas dan bawah yang ditetapkan Gubernur, juga belum ditindak lanjuti pemerintah daerah. Harusnya sudah melakukan penyesuaian itu.
Ketika ditanya soal adanya kenaikan gaji yang pernah dilakukan manajemen selama dia menjadi direktur, lebih dikarenakan untuk meningkatkan kinerja pegawai yang rata rata hanya digaji antara 1 hingga 2 juta rupiah, jauh dari UMP.
Ini memang sangat dilematis, tapi untuk menjaga kekondusifan kerja, hal itu dilakukan, termasuk adanya penambahan tenaga IT beberapa orang bersamaan adanya kerja sama dengan. PT Bina Sakti Altera yang membutuhkan tenaga kerja berbasis IT.
“Penambahan Tenaga kerja itu saya siasati dalam rangka perbaikan sistem kerja dan manajemen mulai mengunakan tenaga IT untuk kemudahan dan tertib administrasi, karena hampir rata rata karyawan yang ada belum bisa mengoperasikan komputer, sementara sistem manajemen lebih rapi dan teratur harus dilakukan sebagaimana perkembangan yang ada.” jelasnya.
Tampi juga menjelaskan apa adanya hal yang juga berdampak pada manajeman PDAM yakni kebijakan membebaskan tagihan selama tiga bulan karena dampak covid, manajeman lebih tak berkutik karena terjadi penumpukan hutang pelanggan.
“Ada pelanggan sampai hari ini enggan menyelesaikan tagihan berhubung covid berlalu setelah tiga tahun.” Ungkapnnya.
Dari awal dia pernah menyarankan PDAM di swastanisasikan, agar tidak terganggu dengan keputusan politis yang selama ini menpengaruhi manajeman termasuk kebijakan penghapusan pembayaran selama sekian bulan itu lebih melemahkan manageman sekalipun disubsidi. Jadi sambung dia, untuk menghindari rasionalisasi, perbaiki pendapatan dengan cara mengganti perangkat water meter yang rusak dan penyesuain tarif.
Jika kedua cara itu tidak dilakukan, siapapun yang jadi direktur PDAM Tahuna akan sangat sulit meluruskan benang kusut yang melilit di tubuh PDAM dari waktu ke waktu.
Selain beberapa perbaikan diatas, agar lebih sehat lagi, perlu juga merasionalisasi SDM yang kurang lebih sebanyak 84 dari 203 tenaga kerja dengan catatan pertimbangan SDM perlu dikedepankan.
“Silakan saja di pilah pilah atau lakukan secara bertahap, namun yang pasti jika PDAM di inginkan benar sehat untuk mendongkrat PAD dikemudian hari, maka lakukan semua perbaikan dan penertiban dengan pengawasan yang lebih baik lagi sebagaimana dalam makalah saya yang sempat disodorkan ke DPR” tutupnya.
Infomasi lain yang dirangkum media ini mengemukakan, sebenarnya jika aktifitas berjalan sesuai aturan dan tidak dipengaruhi pihak mana pun, segala sesuatu bisa disiasati. Dalam arti kata PDAM diberi ruang untuk berkreasi, karena kadang kebijakan pemerintah terdahulu sangat mempengaruhi sebagaimana perkembangan.
Disisi lain, salah satu sumber yang dirangkum kliktimur.com mengemukakan, masalah water meter tiap bulan harusnya manajeman bisa menyiasati pergantian karena ada biaya administrasi yang dibayar oleh pelanggan.
“Sekalipun harus segera ada penyesuaian karna kenaikan harga bahan. PDAM perusahaan yang memonopoli di Tahuna dan sekitarnya, tidak ada saingannya, jika dibilang sangat merugi mari kita hitung hitungan lagi.” Ungkap sumber yang menyarankan tak menyertakan identitasnya.
“Semua prasarana dibangun oleh negara, PDAM tinggal mengelolah. Apalagi sambungan kepelanggan dibiayai oleh negara khusus Sambungan Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (SRMBR). Kita tunggu saja, apa gebrakan yang akan dilakukan direktur yang baru.” Tambahnya.
Penulis / Editor : Meidi Pandean
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.