Tahuna, kliktimur.com
PERLAKUAN anarkis dan pengrusakan terhadap kendaraan juga alat pertambangan milik PT. TMS yang terjadi saat negara lagi merayakan HUT kemerdekaan pagi kemarin adalah perlakuan yang tidak bisa di tolerir. Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Polres Sangihe yang hingga kini tak punya sikap jelas melindungi aset TMS, harus malu, investasi yang dilindungi UU karena sudah bayar pajak triliunan kepada negara, akhirnya diperlakukan oknum masyarakat yang di otaki Jul Takaliuang layaknya seperti sampah.
Kronologinya seperti ini. Pekan lalu sebagaimana disampaikan CEO PT. TMS Terry Filbert, manajemen PT. TMS harus melakukan hal untuk melindungi sejumlah alat berat yang belum bisa masuk karena dihalang, akhirnya diparkir di pelabuhan Feri Papanaru dalam keadaan terbuka. Niat itu kemudian disampaikan kepada Polres untuk pengamanan, agar sambil menunggu keputusan tetap banding PTUN , barang yang harganya puluhan miliaran itu bisa diparkir ditempat yang lebih aman yang sudah di siapkan PT. TMS ditanah mereka Bowone.
Niat itu kemudian tak dijawab bahkan Polres Sangihe enggan mengeluarkan sprin untuk pengamanan iring-iringan tersebut. Mengingat karena barang tersebut sudah mulai di rusak dan dicuri peralatan yang menempel, lampu-lampu dipecahkan, maka dengan terpaksa Manajemen TMS melakukan itu dan di angkut menuju Bowone untuk mengamankan alat sambil menunggu keputusan tetap. Bersamaan dengan itu pemerintah daerah juga mengeluarkan surat pelarangan dan dampaknya investasi ini dibuat seperti sampah.
Terry Filbert mengemukakan dirinya dan Manajemen sangat sadar kalau kegiatan tambang belum bisa dilakukan dan sambil menunggu keputusan tetap, alat tambang itu harus diparkir ditempat tanah milik TMS untuk menghindari pengrusakan yang sudah terjadi selama diparkir di halaman pelabuhan Ferry Pananaru.
“Jadi kami hanya ingin mengamankan barang untuk diparkir disana, karena ada pihak-pihak yang mulai merusak barang kami, bukan melakukan aktifitas tambang. Tidakkah mungkin, karena peralatannya tidak hanya itu dan prosesnya panjang, tak serta merta langsung lakukan kegiatan produksi” tutur Filbert dengan nada sangat kecewa sambil mengemukakan Manajemen diperlakukan oknum Masyarakat seperti binatang, dilempar, dirusak tanpa perlindungan dari Pemda dan Kepolisian.
Kejadian terjadi di Bowone kemarin, selain sopir dilempari batu, dua truk dirusak dan puluhan pekerja PT. TMS diancam untuk dibunuh. Semua pegawai yang kesemuanya warga kepulauan Sangihe akhirnya harus menghindar dari amukan sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat Sangihe.
Tindakan biadap terhadap perusahaan yang sudah berkontribusi untuk negara triliunan rupiah, sambung Pengacara PT. TMS Rico Pandeirot harus dipertangungjawabkan dan pihaknnya siap melaporkan ini ke pihak aparat Republik Indonesia semua tingkatan hingga ke presiden sebelum ke abritrasi internasional untuk gugatan ganti rugi.
“Tindakan ini sangat tidak manusiawi, perlakukan investasi yang sudah berkontribusi untuk negara, dilecehkan dan dipermalukan.” ujar Rico Pandeirot kepada klik timur kemarin.
Pihak lain mengusulkan agar Pemkab dan kepolisian menginvestigasi kelapangan bahkan kalu perlu buat petisi mana masyarakat yang mendukung dan mana tidak. Sebab yang selama ini buat keributan, dan menghadang investasi ini, hanya segelintir orang, juga biayanya di siapkan kelompok penambang tanpa ijin yakni perusak lingkungan (PETI). Hal ini disampaikan ketua DPC Sangihe Kampak Mas RI, Alveri.
Itulah sebabnya, dia mengingatkan pemkab Sangihe dan Kepolisian segera buat petisi, tandatangan dan pengumpulan Kartu Tanda Penduduk mana yang mendukung dan tidak lagi publikasi. Itu menurut Alveri yang masuk akal jadikan referensi mengeluarkan surat apapun. Sebab jika di runut, yang tidak setuju itu tak lebih dari 500 orang dimanfaatkan berdemo anarkis oleh koordinatornya Jul Takaliaung dengan target ambil untung dari kegaduhan ini. Mereka bukan penyelamat lingkungan tapi perusak lingkungan karena di duga bersekutu dengan PETI dan membiayai mereka dalam banyak advokasi membunuh langkah TMS termasuk gugatan di PTUN tingkat pertama.
Perlu dicatat, penduduk Sangihe itu tak kurang dari 120 ribu. “Tolong Pemkab dan Polres buat petisi itu untuk jadi pegangan terkait investasi ini. Tidak hanya terhasut dengan upaya segelintir orang, buat keributan lalu menyimpulkan ada masalah, seolah olah itu mewakili seluruh masyarakat Sangihe. Padahal tidak demikian. Ini sangat tidak adil untuk investasi di Sangihe dan Pemkab Polres harus lebih bijaksana sebelum di Tuntut” ujar Alveri.
Kapolres Sangihe Denny Tompunuh saat dihubungi hanya mengatakan silakan tanya ke Kapolda atau Bupati. Ada perintah akan dilaksanakan. “Coba jo ke Polda atau Bupati. Jika ada perintah, saya lakukan.” ujar Kapolres. Bupati Sangihe Sendiri dr. Rinny Tamuntuan ketika di temui belum lama, tak banyak berkomentar. Namun belakangan diketahui mengeluarkan surat pelarangan beraktifitas. (meidipandean)
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.