Tahuna, kliktimur.com – Berkaca dari pertumbuhan ekonomi di sejumlah kota yang jauh lebih besar bahkan sama persis dengan kedudukan daerah ini, Kabupaten Kepulauan Sangihe, kedepan harus mampu berbenah diri, merubah pola pikir lebih terbuka terhadap perkembangan dunia yang kian semarak.
Sifat terbelit bahkan terkungkung dengan adat istiadat yang begitu kental, kadar religius yang terlalu dilebih lebihkan, akan sangat menghambat proses pertumbuhan ekonomi didaerah ini.
Kita perlu terus memelihara budaya dan melestarikan adat istiadat di kepulauan ini, apalagi pola pikir religuis yang kental dipelopori pemuka agama selama ini harus jalan terus bahkan lebih intens.
Akan tetapi tak juga terlalu kaku mencermati perkembangan zaman yang suka tidak suka, itulah realitas perkembangan, sekalipun bertolak belakang dengan nilai nilai luhur adat atau ajaran agama.
Contoh pertumbuhan tempat hiburan, atau permainan rakyat lainnya yang secara langsung mendinamisasikan perkembangan ekonomi masyarakat di Kabupaten ini, ketika ditetas atau masuk investasi yang tak biasa, langsung dinilai tabu dan harus dihentikan bahkan ada tempat hiburan yang dilempari batu orang tak dikenal.
Kedepan ini dinamika perubahan yang tersumbat, perlu di sikapi secara proporsional demi pertumbuhan ekonomi daerah yang erat kaitannya dengan realitas keberlangsungan hajat hidup masyarakat banyak yang didalamnya umat beragama termasuk menggenjot Pendatapan Asli Daerah (PAD).
Hidup damai, menjunjung tinggi adat istiadat yang dipadukan dengan kadar religius merupakan hal sudah dilakukan turun temurun, tanpa pula bersikap terlalu kaku memandang sebuah perubahan.
Bercermin dari daerah lain, keanekaragaman adat istiadat mereka justru telah dikemas rapi, dijaga bahkan sangat dinamis dipadukan dengan geliat ekonomi masyarakatnya.
Ambil contoh pulau dewata Bali, atau yang lebih dekat dengan kita Kota Manado yang hampir semua sudut berdiri tempat ibadah, tapi ada kawasan yang dihidupkan khusus untuk refreshing dan disanalah ekonomi menggeliat siang maupun malam. Tak heran arus kunjungan meluber dari waktu ke waktu.
Dampak inilah yang selanjutnya menarik minat pengunjung, apalagi ketika diberlakukan pasar malam atau kuliner malam, umat gereja atau kepercayaan lain bisa menarik hidup dari situasi perubahan itu.
Realitasnyakan demikian, ekonomi bertumbuh ketika perubahan itu disikapi terbuka, mengingat tak ada materi yang jatuh dari langit, sekalipun berkat itu diakui semua dari Tuhan yang maha pemurah.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Sangihe menjadi menarik dalam setiap diskusi, terlebih dikaitkan dengan sikap tokoh tokoh agama bahkan tokoh adat masyarakat yang ditengarai terlalu kaku menyikapi perkembangan zaman.
Ketika sabung ayam dengan label ‘derby’ sempat digelar dikepulauan ini, sekejab langsung ditolak mentah mentah dan dianggap pelanggaran terhadap nilai nilai agama dan adat. Kandungan Emas saja sebagai berkat dari yang maha kuasa Tuhan, juga dibendung ketika akan kelola secara profesional.
“Lantas kapan daerah ini bisa menjawab keinginan publik seiring pertumbuhan penduduk terus melaju?” Ujar warga Manganitu Selatan Josua Potonengan.
Ketika Sitaro dan Talaud wilayah pecahan induk Sangihe bersikap lebih terbuka dengan perkembangan, sambil tetap menjaga adat istiadatnya, lambat laun kedua daerah yang baru sekian tahun dimekarkan, sudah mulai mensejajarkan diri dengan induk yang sudah dari tahun 50an berstatus sebagai daerah otonom.
“Bayak kalangan menilai, arus pengunjung lebih sering ke Kabuparen Talaud atau Sitaro, dibanding kabupaten induk Sangihe, karena dari waktu ke waktu ‘tanah tampungan lawo’, tak banyak pilihan tempat untuk refreshing.”Ujar salah satu pengusaha media di kepulauan Ronny Saerang ketika berdiskusi dengan kliktimur com belum lama.
Sekalipun daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe tiba pada pilihan sulit, antara ikut mendukung dinamika kota, atau tetap bertahan dengan pola pikir sempit, ini jadi masalah seiring masyarakat berkeinginan sama seperti daerah lain.
“Kita tak harus munafik. Ketika di daerah sendiri terlihat lebih alim, tapi saat berkunjung ke daerah lain yang lebih ‘terbuka’ dan cerdas menyikapi perubahan, atau kota lain yang miliki banyak spot untuk refresing, luapan untuk menikmati hiburan seperti kesetanan. Hal ini nyata. Di daerah sendiri enggan dan malu, tapi ketika berkunjung ke daerah lain, sifat aslinya pun pecah dan ini terlalu munafik.” Ujar Saerang sambil senyum senyum.
Lantas seperti apakah sikap dan pola pikir kita agar keseimbangan dalam hal memelihara kebiasaan adat sekaligus tak kaku menerima perkembangan zaman?
Mari kita lebih bersifat terbuka dan dewasa menyikapi perubahan, yang sesungguhnya akan semakin sulit dibendung, atau kota Tahuna menjadi kota mati dari waktu ke waktu karena menolak investasi tak biasa.
“Membendung perubahan yang terjadi, sama artinya membunuh dinamika kota. Ini sebuah kebodohan yang terus dipelihara, bersamaan daerah religi pun belum bisa menjamin kita selamat. Silakan siapa yang berani menjamin, bahwa daerah ini bebas dari penghukuman Tuhan.” Ujar Saerang sembari mengajak semua pihak untuk bersikap apa adanya saja dan mulai menerima perubahan apapun dengan batas batas yang di sepakati bersama atau daerah ini terkubur dalam kesunyian dari waktu ke waktu.
Penulis / editor : Meidi Pandean
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.