Tagulandang,kliktimur.com
Guncangan alam yakni erupsi Gunung Ruang, Sitaro Tagulandang yang terjadi semalam (17/04/2024) sekitar pukul 09.00 wita yang bergemuruh selama kurang lebih 7 jam, menyisahkan cerita pilu bagi warga Tagulandang Utara. Semua warga di empat kampung yang bersebelahan dengan Gunung Api ruang harus berlarian ditengah gempuran batu panas vulkano yang ‘menyerang’disegala sudut.
“Kita pikir dunia somo kiamat, di suasana gelap, disaat somo beranjak istirahat, tiba tiba atap rumah ribut dengan batu dan entah harus mengungsi kemana, kami keluarga kemudian dengan gerak cepat mengikuti arus pengungsian ke bagian timur Tagulandang.” Cerita Warga Balehumara Tagulandang Utara Novi Salikara.
Sekalipun dalam keadaan panik, apalagi mendengar suara histeris meminta tolong ditengah gemuruh dan hujan batu tak membuat dirinya pasrah, dirinya terus berlari bersama anaknya menuju ketempat lebih aman. Alam yang menunjukan otoritasnya bagi warga Tagulandang dan dua kampung di kaki gunung kampung Laingpatehi dan Pupente, sungguh sesuatu yang tak diduga sebelumnya.
Cerita masyarakat yang lain, beberapa hari sebelum bencana itu terjadi, ada tanda tanda yang seperti biasanya muncul. Contoh ada binatang melata seperti ular sering terlihat menyelinap di pinggiran pantai, dan burung burung lebih banyak berkumpul dipepohonan disekitar dua kampung itu.
Fenomena itu jarang, tapi konon cerita para leluhur menyampaikan bahwa sejumlah hewan melata turun dari atas gunung, karena situasi sekitar kawah mulai ada pemanasan. Ini tanda alam mendahului seismograf. Kicauan burung sewaktu waktu terdengar beruntun, seolah memberi isyarat bahkan akan ada terjadi sesuatu.
Isyarat itu ternyata benar, bahwa erupsi Gunung Ruang akan kembali terjadi setelah beberapa tahun silam menyembur debu panas vulkanik. Kali ini menurut masyarakat setempat lebih dahsyat dari letusan 2014 silam. Ada cerita menarik dari masyarakat seputar bencana. Perbedaan kondisi antara gunung api Ruang dengan Karangetang Siau.
Disebutkan bahwa Gunung api ruang, ketika usai mengeluarkan erupsinya, akan kembali tenang bertahun tahun dan bahkan seperti tak aktif lagi. Beda dengan Gunung api Karangetang, jarang meletus dengan skala besar, karena setiap waktu terus mengeluarkan lahar panas. Artinya panas bumi di dalam perut Gunung Karangetang, terus menyembul keluar dan tak pernah terjadi penumpukan.
“Begitu di Siau, Lia Jo dimalam hari setiap waktu ada terlihat lahar panas yang keluar seperti lidah api, dan itu hanya terjadi dipuncak setiap waktu tanpa mengganggu kenyamanan masyarakat disini.” tutur Warga Tetahadeng Ulu Siau Une Jaya Salindeho,
Dari cerita masyarakat yang ada, tanpa kita meneliti lebih dalam bahwa kedua Gunung api yang jaraknya hanya bersebelahan ini, ternyata punya sifat yang berbeda. Gunung Ruang lebih cenderung diam, seperti tak aktif lagi tapi gempurannya dahsyat sewaktu waktu. Sementara gunung Karangetang selalu dengan aksi aksi kecilnya. Gunung Ruang kemarin kembali memuntahkan lahar panas dan semburan vulkanonya yang cukup dahsyat mengganggu ketentraman dua kampung di kaki gunung pulau ruang juga masyarakat Tagulandang bagian Utara.
Bagaimana pula dengan gunung api tetangga atau bersebelahan dengan kedua Gunung api yang sifatnya berbeda itu? Yakni Gunung Awu yang ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Awu sepertinya mirip gunung api ruang, tampak padam, diam tapi jika waktunya ‘batuk’ akan sulit diatasi.
Gunung Awu ini biasanya dalam tidur panjangnya, akan membentuk danau, lama kelamaan danau akang mengering dan ditumbuhi rumput. Dari peristiwa itu, akan muncul benjolan benjolan yang biasa disebut kaldera istilah geologi, dimana panas bumi mulai berusaha keluar. Itulah sebabnya sesekali mengeluarkan asap kecil. Posisi ini dalam catatan sejarah, dan pengalaman beberapa tokoh tua Sangihe, tanda awas karena panas bumi sudah mendekati puncak.
Beberapa hari terakhir, sempat ada reaksi dipuncak gunung Awu yang ditandai alat seismograf Sangihe, dari status normal ke waspada dan bahkan siaga. Disela sela itu, gunung ruang terlebih dahulu memuntahkan panas bumi. Itulah sebabnya jika reaksi gunung Awu perlahan menurun, karena sangat berkaitan dengan reaksi Gunung Ruang. Muntahan itu akhirnya harus keluar di Tagulandang menjauhi kolongan kolongan bersaudara Tahuna Barat.
Editor / Penulis : Meidi Pandean
Web Editor : Yamamoto.
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.