Manado, kliktimur.com – Komedian handal sekaligus tokoh jurnalis bernama lengkap Tamaka Kakunsi yang biasa disapa Bu Tahanusang dikabarkan telah berpulang ke pangkuan yang maha kuasa.
Berita ini sontak membuat kaget banyak pihak, terutama jurnalis era 2000an dan para seniman Sulut. Duka cita mendalam ini tak hanya dirasakan keluarga besar almarhum, akan tetapi juga buat masyarakat Sulut terutama bagi para seniman plus komedian di daerah ini.
Sosok periang yang selalu membuat masyarakat senang dengan lawakannya dibanyak kesempatan, setelah melewati pengobatan intens dirumah sakit, dirinya menghembuskan nafas terakhir hari ini (20/07) dihadapan keluarganya.
Mengenang perjalanan panjang almarhum khusus era 2000an sebagaimana mengutip sebagian catatan seniman Sulut Iverdixson Tinungki, orang tua ini sempat ikut bersama sama memperjuangkan pemekaran dua kabupaten di kepulauan Nusa Utara yakni Sitaro dan Talaud.
Berpulangnya sang komedian Teater Dian Bu Tahanusang sebuah in memoriam. Tokoh Teater Sulut yang berkiprah selama 30 tahun pada sebuah grup yang kental dengan genre komedi. Selebihnya dia adalah tokoh pers yang bekerja hingga pensiun di Harian Manado Post.
Almarhum adalah seorang sarjana sosiologi lepasan STISIPOL Merdeka Manado. Ia jurnalis yang menghabiskan banyak tahun berkarir lewat Harian Manado Post.
Dramawan kelahiran 27 Juni 1952 ini bukan orang baru di dunia teater. Sejak mukim di Karangria pada penghujung 1970-an, Bu sudah dikenal sebagai sutradara sandiwara yang kerap mementaskan karyanya. Ia juga pendiri grup komedi Petra Grup yang sempat menjadi grup lawak terbaik dalam festival lawak se Provinsi Sulawesi Utara tahun 1983.
Kemudian selain menjalankan tugas kewartawanan, bu aktif berkarier di dunia hiburan lewat televisi dan panggung drama bersama Teater Dian yang digawangi sutradara Loegman Wakid.
Di layar kaca Bu tercatat ikut main dalam drama-drama dengan genre yang berbeda, namun ia lebih dikenal sebagai si jenius dalam genre komedi.
“Bukan komedi bila tidak lucu,” ujarnya suatu ketika. Dan tujuan komedi bagi dia akhirnya adalah untuk menghibur. Begitu setidaknya Bu Tahanusang saat terlibat dalam beragam karya garapan Loeqman Wakid.
Mengenang pertunjukan Bu Tahanusang bersama Teater Dian adalah mengenang satir dan parodi cerdas. Isian kritik dan pesan yang dilontar lewat celoteh polos para pemeran membuat setiap aksi panggung Dian nampak sarat gizi.
Balai-balai desa akan penuh sesak, panggung-panggung terbuka di pelosok-pelosok kampung dibanjiri penonton. Orang-orang ngakak hingga masuk got, kursi-kursi plastik patah tak mampu menahan tubuh yang diguncang tawa, begitu pemandangan setiap kali Teater Dian mentas.
Di grup itu, menciptakan puluhan karakter tetap untuk para aktornya termasuk tokoh Bu Tahanusang adalah salah satu capaian kreatifitas Loeqman dalam kariernya sebagai sutradara. Karakter itulah yang terus hidup di atas panggung dalam puluhan tahun pertunjukan Teater Dian. Ini sebabnya, masyarakat lebih mengenal teater Dian lewat nama karakter tokoh para bintangnya.
Orang lebih mengenal ‘Tante Min’ dari pada nama asli pemerannya Jean Waturandang, atau ‘Om Rombe’ dari pada Sofyan Van Gobel, Bu Tahanusang dibanding Tamaka Kakunsi, Papanialo daripada John Piet Sondakh, Om Kale dibanding Jusuf Magulili, atau Anton Simore yang aslinya Richard Rhemrev.
Teater Dian tempat Bu Tahanuasang bernaung juga bisa disebut teater-nya rakyat. Selain pentasnya menggunakan bahasa yang akrab digunakan masyarakat umum, ruang pertunjukannya lebih banyak berlangsung dari kampung ke kampung.
Lebih dari separuh perkampungan di Sulawesi Utara telah bersua grup ini sejak awal 1980 lewat pertunjukan panggung penerangan. Mereka juga mengisi pertunjukan panggung-panggung penerangan di ruang terbuka dengan ribuan penonton seiring pameran-pameran besar yang berlangsung di Sulawesi Utara.
Sebagaimana akar teater komedi yang berasal dari era Yunani Kuno dan berkembang dalam teater komedi modern Barat, nomor-nomor pertunjukan Teater Dian lebih bertumpu pada kekuatan improvisasi dalam membangun alur pertunjukan. Gaya ini membuat komedi ironi spontan mereka begitu membius dan meledakan tawa penontonnya.
Cikal bakal berdirinya Teater Dian awalnya lebih diperuntukan untuk program-program penyuluhan dari Kantor Wilayah Departemen Penerangan Sulawesi Utara (Kanwil Deppen Sulut) baik lewat panggung, radio, dan layar kaca TVRI. Sebagai grup teaternya kantor penerangan, anggota pertama grup ini didominasi oleh para pegawai Deppen antaranya, Jean Waturandang (Tante Min), Richard Rhemrev (Anton Simore), Sofyan Van Gobel (Om Rombe), Olga Roring (Usi), Jusuf Magulili (Om Kale).
Bahkan Dian dipimpin langsung seorang petinggi Deppen yaitu Masry Paturusi. Pertunjukan-pertunjukan mereka juga disutradarai Loeqman Wakid yang juga pegawai di kantor penerangan itu.
Dalam perkembangan berikutnya, Teater Dian ikut melahirkan para komedian non PNS antaranya Tamaka Kakunsi (Bu Tahanusang) Hamid (Kapulu), Adi Srimulat, Kadi, Muklis, John Piet Sondakh (Papanialo), Stefanus Sahambangun (Ondos), Samsi Bachmid (Om Sampel) dan beberapa nama kondang lainnya, termasuk Inyo Rorimpandey.
Editor : Meidi Pandean
Web Editor : Yama
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.