Tahuna,kliktimur.com – Salah satu ikon pariwisata Kabupaten Kepulauan Sangihe yang terletak di antara pesisir Pantai Kecamatan Tabukan Utara dan kecamatan Tabukan Tengah itu yakni pantai wisata Pananuareng, beberapa waktu belakangan di sorot sejumlah pihak setelah lepas dari tangan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Betapa tidak, pantai yang sudah lebih dari 20 tahun menjadi salah satu tempat wisata masyarakat Sangihe itu, saat ini menjadi tak jelas. Selain tak terurus dan kremus, pengelolaan pantai ini cenderung dikuasai oknun Sekdes yang juga koordinator yang ditugasi Dinas Pariwisata Sangihe. Hal ini diakui sejumlah masyarakat setempat sembari mendesak agar pengelolaan dikembalikan ke Bumdes.
Salah satu pedagang kecil yang sudah lama bermukin dilokasi tersebut Norce Pulumbara didampingi masyarakat setempat, mengemukakan pengelolaan pantai ini, menjadi semrawut, setelah belakangan ditangani langsung Dinas Pariwisata lewat oknum koordinator yang disebut sebut rangkap tugas sebagai gembala dua gereja, Sekdes dan koordinator dinas untuk Pananuareng.
“So nda jelas pengelolaan tempat pariwisata ini setelah lepas dari penanganan Bumdes. semua diatur secara tidak transparan bahkan cenderung dikuasai koordinator yang diduga memanfaatkan hasilnya untuk kepentingan pribadi.” ungkap Pulumbara.
Contoh saja, lanjut mereka, soal penagihan retribusi tanda masuk, saat ini tak lagi dibuktikan dengan karcis sebagaimana waktu dikelola Bumdes, melainkan hanya di tagih tanpa bukti, lalu diamankan koordinator, termasuk tagihan kecil penggunaan MCK yang tidak dipertangungjawabkan secara jelas.
Sialnya lagi, proses perawatan lokasi ini cenderung tak jalan sehingga tak nyaman bagi para pengunjung. Selain lampu penerangan diakui lebih banyak padam, ketersediaan air bersih hanya ada sewaktu waktu. Areal pantai pun jorok tak terurus sekalipun sudah dilengkapi beberapa fasilitas bersantai.
Hasil pantauan media ini, Jalur masuk selain masih sempit tak ada pengembangan, lokasi ini pula ketika cuaca penghujan, sering dilanda banjir karena tak dibuat drainase jalur air pegunungan ke pantai.
Tampak, sejumlah areal dalam lokasi tergenang mirip kolam coklat tempat rebahan hewan dan ini menjadi pemandangan yang sangat buruk. Berbagai pihak pun menyebutkan dinas pariwisata daerah dari waktu ke waktu tak ada program atau perencanaan matang.
“Dorang dinas kadang datang cuma suru memasa, tertawa lebar, ceke polote lalu pulang, nda berfikir untuk kemajuan lokasi ini. Makanya dari waktu kewaktu lokasi ini babagini terus,” ujar masyarakat lainya yang meminta tak sebut namanya seraya mendesak agar pengeleloaan lokasi ini dikembalikan lagi ke kampung lewat Bumdes.
Mereka menyebut, dinas sepertinya tak berfungsi maksimal. Itulah sebabnya pantai yang seharusnya bisa disulap untuk menghidupkan usaha masyarakat dan tetap menjadi salah satu ikon andalan pariwisata daerah, hanya dibiarkan bak buah si malakama, mati segan hidup pun enggan.
Sepertinya video yang mempertontonkan kemolekan sejumlah tempat wisata Sangihe hanya sebuah pemanis program, seolah olah dikelola, padahal tidak sesuai wujut nyata di lapangan. Kadis Pariwisara Sangihe Femmy Montong hingga berita ini diturunkan, belum berhasil di hubungi.(MP)
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.