Tahuna, kliktimur,com
Sekalipun di Nusa Utara (Nustar) kemungkinan kecil berkembang paham radikalisme, intoleransi dan terorisme, namun antisipaai untuk memberhangus paham pemecah belah bangsa itu tetap dilakukan. Di lembaga lembaga pendidikan dasar dan menegah misalnya, sangat rentan disusupi, itulah sebabnya langkah untuk menghalau paham paham buruk itu intens di protekai hingga ke perguruan tinggi.
Untuk menjaga keamanan negara tetap stabil, istitusi pendidikan diharapkan tetap netral dan bersih dari paham-paham yang cenderung ekstrim mengedepabkan ideologi-ideologi sesat yang dapat berakibat fatal bagi stabilitas negara kita.
Dalam upaya pemerintah untuk mencegah intoleransi, radikalisme, dan toleransi di lingkungan pendidikan, Polisi Republik Indonesia (Polri), selaras dengan program pemerintah melalui Surat Keputusan Rektor Nomor 06204/UIR/KPTS/2022, tentang Penetapan Program Penanganan Kekerasan Seksual, Perundungan, Intoleransi yang berbunyi, akan menindak tegas setiap kegiatan ataupun ujaran sivitas akademikanya terhadap bentuk-bentuk paham intoleransi.
Itulah sebabnya, Kepolisian Resort Kabupaten Kepulauan Sangihe bekerja sama dengan Politeknik Nusa Utara (Polnustar) melaksanakan kegiatan Sosialisai tentang ”Memutus Paham Radikalisme, Intoleransi dan Terorisme”, khususnya di lingkungan pendidikan.
Kegiatan yang dilaksanakan belum lama di Auditorium Kampus Polbustar itu, dihadiri oleh seluruh mahasiswanya mendengarkan secara seksama materi yang di berikan Kasie Humas Polres. Kepl. Sangihe, IPDA. Hentje Kaware, S.H.
Ipda. Hence menjelaskan, propaganda terhadap paham radikalisme tidak lagi memiliki target spesifik terhadap suatu suku atau agama tertentu tetapi saat ini kalangan intelektual dan institusi pendidikan menjadi sasaran juga
“kini, siapa pun bisa terlibat; tidak spesifik lagi terhadap suatu suku atau pun penganut agama tertentu, tetapi saat ini sudah sampai ke kalangan intelektual dan lingkungan pendidikan”,jelasnya.
Tahapan ekstrimisme lanjut dia, berawal dari seseorang yang gagal dalam menyikapi perbedaan terhadap SARA lalu menjadi intoleransi. Rasa intoleransi ini memunculkan kebencian yang tentu saja berawal dari proses doktrinisasi menjadi radikalisme karena tidak menyetujui UUD dan berakhir menjadi aksi terorisme.
Untuk itu, perlu adanya dukungan dan kerja sama serta sinergitas dengan berbagai elemen termasuk dengan pemerintah dan masyarakat dalam upaya menanggulangi gangguan kamtibmas termasuk ancaman radikalisme, intoleransi dan terorisme.
“Sinergitas sangat diharapkan agar daya tangkal, daya cegah, daya penanggulangan serta rehabilitasi terhadap segala gangguan kamtibmas, yang bertujuan untuk membentuk pemahaman yang kritis terutama dalam menangkal ancaman radikalisme dapat berjalan dengan baik. “kuncinya.
Editor. : Meidi Pandean
Web Editor : Yama.
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.