Sitaro, Kliktimur.com – Kepercayaan untuk mengendalikan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro) ke pasangan suami – istri Tonny Supit (TonSu) dan Eva Sasingen (EvaS) oleh masyarakat Kabupaten setempat pada kurun waktu 14 tahun terakhir, tak juga menjadikan ibukota kabupaten dibawah gunung api Karangetang itu bersolek rapi.
Selain banyak proyek dan janji kampanye tak mampu diwujudkan pasutri itu, yang paling santer jadi buah bibir yakni proses pembebasan lahan Bandara di Kampung Balirangeng yang sudah digunakan itu menyisakan bercak persoalan.
Informasi yang dirangkum media kliktimur dari berbagai sumber menyebutkan bahwa, lebih dari 33 miliar anggaran untuk pembebasan lahan yang sudah ditetapkan di APBD Kabupaten Sitaro 2014 silam, diduga hanya 11 miliar yang terpakai, sisanya jadi tanda tanya.
“Torang tau itu sudah di tetapkan di APBD, tapi hingga kini belum mampu dituntaskan hingga bupati Saat ini EvaS akan segera mengakhiri masa jabatan.” ujar masyarakat Pemilik Lahan di Balirangen V Kangihade.
Ketidakjelasan pembebasan lahan ini kemudian menjadikan peresmian proyek pusat lewat Kementerian Perhubungan, belum bisa digunakan. Seharusnya kedua suami istri ini dapat menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat Sitaro, terlebih kepada Olly Dondokambey yang melegitimasi keduanya.
Banyak kalangan kemudian mendesak agar PDIP, kedepannya harus mengorbitkan kader baru yang punya rasa tangung jawab untuk kemajuan Sitaro juga untuk eksistensi partai di pulau penghasil buah Pala ini.
“Kedepan PDIP harus orbitkan kader lain yang bisa dipercaya pimpin Sitaro.” Harap sejumlah masyarakat di kelurahan Tatahadeng Siau Timur.
Sekda Sitaro Denny Kondoy via ponsel kepada media ini menjelaskan bahwa proyek pembangunan Bandara Sitaro itu dikerjakan pusat lewat kementerian perhubungan. Adapun menjadi tanggung jawab Kabupaten itu terkait pembebasan lahan.
Tanpa menjelaskan lebih soal carut marutnya pembebasan lahan bandara tersebut, dirinya berjanji akan buat telaah teknis agar penjelasan soal pembebasan tanah bandara itu, dapat diurai dengan baik.
“Nanti akan telaah dulu agar soal pembebasan lahan itu punya jawaban yang jelas.” Tutup Kondoy.
Kelemahan manajemen pembebasan lahan itu kemudian menjadikan bandara yang belakangan di beri nama Bung Karno itu belum dapat diresmikan. Buktinya, sudah kesekian kalinya kunjungan kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Manado harus menyampingkan rencana peresmian bandara di Sitaro itu karena lahan masih berpolemik
Hal ini mengundang tanda tanya besar. Proyek dibangun semasa pemerintahan Bupati Sitaro Toni Supit, kenapa tak kunjung diresmikan oleh Presiden Jokowi.
Padahal proyek prestisius semenjak Toni Supit menjabat Bupati Sitaro sudah menguras dana APBN senilai Rp499 miliar atau hampir setengah triliun rupiah.
Awalnya bandara mulai dibangun tahun 2014 hampir bersamaan periode pertama Jokowi dilantik sebagai Presiden RI.
Hingga periode kedua Jokowi jabat Presiden RI tahun 2023 ini, ternyata bandara Bung Karno tak kunjung diresmikan juga.
Dibanding dengan Bandara Miangas di Kabupaten Kepulauan Talaud yang hanya menyedot APBN sebesar Rp275 miliar. Bandara Miangas dikerjakan mulai 2013. Fantastisnya bandara di Sitaro sudah diresmikan oleh Presiden Jokowi tahun 2016.
Penulis/Editor : Meidi Pandean
Web Editor : Yama
Discover more from Kliktimur
Subscribe to get the latest posts sent to your email.