Tahuna kliktimur. com
Tak kurang dari dua hektare tanah milik negera yang diatasnya tanaman mangrove atau pohon ‘sesa’ (nipa) yang ada di kecamatan Manganitu, kampung Barangka ditimbun dan dikuasai oknum berinisial NH alias Noldi. Heranya, sekalipun Dinas Lingkungan hidup (DLH) tak memberi ijin bahkan sempat menegur berulang ulang, juga berpolemik di PUPR, namun proses penguasaan tanah negara tersebut berlanjut dan kini digunakan untuk usaha pribadi tanpa satu pun yang menpersoalkan, alias tutup mulut.

Tindak tanduk HN sejak lama sudah dicurigai namun karena yang bersangkutan termasuk kontraktor sukses, segala hal terselesaikan sekalipun nyata melanggar UU lingkungan hidup. Kadis Lingkungan Hidup kabupaten Kepulauan Sangihe Ronny Pasiale saaat diminta keterangan, mengakui bahwa sejak awal DLH tak memberi ijin untuk ditimbun, bahkan setahu dirinya sempat berpolemik di dinas PUPR. Dia juga menjelaskan bahwa itu sudah sempat ditangani pihak Gakum atau unsur penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan tanpa kesimpulan, namun sampai hari ini, tanah negara tersebut dikuasainya dan dimanfaatkan untuk usaha

Preseden buruk berkaca dari kasus pencaplokan tanah negara ini, maka siapa saja di kabupaten Kepulauan Sangihe, bisa juga ikut mengkapleng secara liar tanah negara yang ada di sejumlah tempat termasuk wilayah Mangrove kecamatan lain. “Kalu begitu, boleh dang torang mo ba kapleng untuk lahan usaha. Kenapa hanya oknum NH bisa.” Ujar sejumlah masyarkat Manganitu yang mempertanyakan penguasaan tanah negara tanpa dipersoalkan.
Demi untuk penegahkan hukum dan mengantisipasi agar tak ada kasus serupa terjadi didaerah ini, maka banyak kalangan meminta agar NH mengembalikan tanah tersebut kepada negara pada kondisi semula. Dua unit usaha yang berdiri di tanah timbunan itu antara lain Jaw Chruser ( penghancuran batu) termasuk kemungkinan lahan berdirinya Pompa Bensin harus di bongkar.

HN ketika ditemui mengemukakan bahwa tanah ini sudah sesuai prosedur pengunaaan. Hanya saja, Kurang jelas maksud penjelasan soal status ketika diminta bukti hak kepemilikan, dia tak bisa menunjukan. “Saya kan juga masyarakat, punya hak untuk mengkapleng lahan mangrov dan nipa sebagaimana dilakukan masyarakat di sekitar timbunan.” Ujar HN.
Pro Jurnalis Siber Sagihe (PJS) Charles Balanehu dalam diskusi ‘Mebaweke’ mengatakan bahwa unsur aparat harus turun lapangan dan mendesak agar pihak Gakum memberi klarifikasi karena ini dicurigai ada permainan. Jika itu tidak dilakukan maka daerah punya hak memaksa agar tanah tersebut dikembalikan kepada negara. Adapun sejumlah usaha yang sedang beroprasi diminta harus ditangguhkan.
Editor : MP
Web : Yama
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.