Wamena,Kliktimur.com – Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) Cipayung plus Papua Pegunungan saat menggelar aksi demo damai di depan DPR Kabupaten Jayawijaya dengan tegas meminta Presiden RI, Prabowo Subianto segera menarik pasukan TNI non organik di daerah itu.
Saat menyampaikan orasi pada aksi yang digelar Selasa (02/09-2025) itu, perwakilan massa mengemukakan, situasi terakhir di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua Pegunungan, khususnya Distrik Walaik, Distrik Ibele, dan Distrik Tailarek, masih terjadi penempatan TNI non organik tanpa melakukan koordinasi dan pemberitahuan kepada warga setempat maupun pemerintah kampung serta pemerintah distrik.
“Pemerintah kampung dan distrik itu adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, tokoh gereja, dan seluruh elemen masyarakat di Kabupaten Jayawijaya,” teriak salah seorang orator dalam orasinya.
Aksi itu dimotori sejumlah OKP Cipayung, GMNI, HMI, dan mahasiswa di sejumlah kampus di Wamena, serta melibatkan sejumlah warga Jayawijaya.
Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Wako Yelipele saat membacakan tuntutan mengemukakan, pada hari Kamis tanggal
1 Mei 2025 ada penempatan personil TNI non organik di Distrik Walaik, Ibele, dan Distrik Tailarek. Pada Rabu, 25 Juni 2025 di Distrik Ibele.
“Penempatan atau droping personil TNI non organik ini dilakukan secara tiba-tiba di wilayah tersebut dan
tidak berdasarkan situasi darurat atau konflik nyata. Para personil itu menempati halaman kantor distrik,
daerah perbukitan, hutan, pinggir rumah warga, dan tanah adat tanpa meminta ijin terlebih dahulu,” ujarnya.
Akibatnya, sambung Yelipele, warga pada distrik itu selalu merasa tidak nyaman dan merasa terganggu karena setiap malam patroli sekitar daerah pemukiman.
“Masyarakat di Distrik Walaik, Ibele, dan Tailarek secara psikologis menjadi trauma, ruang gerak saat beraktivisasi seperti srmakin dipersempit,” paparnya.
Berdasarkan alasan tersebut, katanya, warga Jayawijaya Provinsi Papua Pegunungan, khususnya di Distrik Walaik, Ibele, dan Distrik Talarek dengan tegas menolak penempatan personil TNI non organik yang dinilai berpotensi
mengganggu stabilitas sosial, psikologis, dan kulturar masyarakat lokal.
“Pernyataan ini bukan bentuk permusuhan terhadap TNI dan terhadap negara serta
TNI non organik dalam melaksanakan tugas, namun kami ingin agar hak-hak masyarakat dihargai serta diberi perlindungan dan ruang hidup yang kondusif,” tegasnya.
Berikut petikan lengkap tuntutan ribuan mahasiswa OKP Cipayung plus.
Pertama, menolak penempatan TNI non organik di Provinsi Papua Pegunungan Kabupaten Jayawijaya,
khususnya di Distrik Ibele, Tailarek, dan Distrik Walaik.
Kedua, masyarakat hak ulayat menolak aparat TNI non organik menempati lokasi masyarakat adat tanpa meminta ijin dan persetunjuan pemilik hak ulayat.
Ketiga, menolak keras
pembagunan pos TNI non organik di Kabupaten Jayawijaya, khususnya di Distrik Walaik, Ibele, dan Distrik Tailarek karena masyarakat hidup dalam keadaan aman, nyaman, dan damai.
Keempat, mendesak kepada Dandim 1702 Jayawijaya,
Komando Daerah Militer (Kodam) 17 Cendrawasih Papua, dan
Panglima TNI untuk segera menarik aparat
TNI non organik
di Kabupaten Jayawijaya, khususnya di Distrik Walaik, Ibele, dan Distrik Tailarek.
Kelima, mendesak Pemerintah Kabupaten Jayawijaya, Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan,
DPR Kabupaten Jayawijaya,
DPR Provinsi Papua Pegunungan, Majelis Rakyat Papua Pegunungan (MRPP) agar tidak berdiam diri dalam situasi kehidupan masyarakat yang kurang kondusif.
“Kami berharap pihak-pihak yang disebutkan di atas agar segera mengambil langkah-langkah konkret untuk menarik pasukan TNI non-organik di tiga wilayah distrik. Kami juga meminta agar segera dibentuk Pansus penanganan kasus penempatan TNI non organik di tiga distrik Kebupaten Jayawijaya.
Menanggapi permintaan massa tersebut, anggota Komisi A DPRK Jayawijaya, Yusuf Hubi mengatakan, pembentukan Pansus untuk menangani penolakan TNI non organik di distrik Tailarek, Ibele, dan Distrik Walaik harus
dilakukan sesuai prosedur.
“Kami akan melakukan hearing dengan mitra kerja seperti Dandim, Kapolres, Wakil Bupati Kabupaten Jayawijaya srsuai prosedural,” ujarnya.
Menurutnya, pembentukan Pansus penanganan masalah penempatan personel TNI non organik ini
akan tetap dilakukan dengan berbagai pertimbangan, terutama keuangan.
Ia mengatakan, pembentukan Pansus ini akan dibicarakan apakah DPRK Jayawijaya melakukannya sendiri atau bersama DPR Provinsi Papua Pegunungan.
“Kami akan lakukan hearing untuk memutuskan pembentukan Pansus ini apakah kita jalan bersamaan dengan DPR Provinsi atau bagaimana,” katanya dengan nada tanya.
Mengenai waktu pelaksanaan hearing, Hubi mengatakan, kemungkinan Jumat (05/09-2025) karena masih menunggu pihak Bappeda yang sedang melakukan tugas di luar Kota Wamena.
“Apakah Pansus jalan atau tidak, kami akan putuskan dalam pertemuan DPRK Jayawijaya pada hari Jumat mendatang,” katanya. (gadiel gombo)
editor: rans lupani
Eksplorasi konten lain dari Kliktimur
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.